Ende-Nagekeo
Ende-Nagekeo
Nangateke
Hujan hampir saban hari mengguyur kota Mbay, menyisakan pantulan-pantulan kala malam. Hari pertama, hari kedua dan hari ketiga masih sama semua punya alasan yang sama untuk tidak keluar atau dengan kata lain tak ada alasan untuk keluar.
Rumput-rumput di perbukitan Mbay memang sudah hijau tapi belum cukup rata hijau seperti biasanya. Tapi tampaknya bukit-bukit itu akan segera berubah. Pagar-pagar kayu yang biasanya tidak sekarang mulai ditanam mengelilingi bukit-bukit itu. Ah, seandainya bukit-bukit itu tidak ada yang punya.
Mungkin masih ada bukit yang lama baru akan dipikirkan pemiliknya untuk menambahkan pagar. Dan sekarang arah tujuan ke, Nangateke.
Mendung masih tampak setia memenuhi langit. melewati kawasan hutan bakau yang makin terbuka, sepertinya bakal diubah menjadi tambak. Tampak menyedihkan seolah tak ada tempat lain yang bisa mengantikan. melewatkan jembatan batu di pantai Nangateke. Jembatan batu memang bisa sangat menarik apalagi untuk memotret
Di arah ujung tanjakan yang menikung tampak. Langit belum berubah masih setia kelabu dengan sedikit aksen alur awan akibat angin namun binatang-binatang kecil yang hinggap di semak-semak memancing mata.
Benar perbukitan ini belum berubah, rumputnya pun masih sombong tegak menghijau entah kapan akan memudar kuning memanjang dan menunduk. Aku bahkan terkesan saat rumputnya mengering bukan coklat tapi memutih, hanya kadang harus adu cepat karena saat itu padang-padang rumput seperti ini sering kali dibakar. Supaya tumbuh rumput baru lebih cepat, katanya.
Langit masih dengan warna yang sama, . Jika ada nyala merah sesaat itupun hanya tersisa sesaput angin untuk memberitakan malam mulai merangkak. Nyamuk-nyamuk berpesta pora memenuhi kaki yang bercelana pendek.
Bulan-bulan begini ombak sedang kencang, di beberapa tempat kadang tak menyisakan jeda tenang. Tidak mengherankan di wilayah timur seperti ini, BMKG dengan mudah bisa mengeluarkan peringatan badai dan larangan melakukan pelayaran. Teringat Pantai Nangapanda, karang yang menjorok ke daratan itu yang menarik perhatian. Sepertinya saat ini waktu yang tepat untuk melihat ombak yang terhempas tinggi membentuk karang.
Pantai Nangapenda
Sekitar jam enam sore lewat sepuluh menit, posisi matahari yang sedang condong ke selatan memang membuat bulan-bulan ini siang lebih panjang. Jalan menuju ke bawah yang sangat curam biasanya membuat harus turun pelan-pelan tapi sekarang harus jauh lebih hati-hati karena tidak memungkinkan memegang tanaman di sekitarnya untuk berpegangan.
Langit memang masih menyisakan mendung yang cukup menghalangi matahari untuk sedikit berbagi sinar terakhirnya dan rela mendapatkan sisa sinar yang masih cukup terang di ujung barat.
Cuaca tidak sedang badai namun tinggi ombak lumayan, beberapa kali hempasan ombak melenting melampaui kepala mungkin lebih dari 4 meter.
Memotret dalam kondisi ombak besar memang menyenangkan sekaligus menegangkan, walaupun perhitungan awal ombak tidak akan naik setinggi itu tiba-tiba saja bisa muncul ombak yang datangnya hampir dua kali lipat.
Kerlip-kerlip lampu di kota Ende yang tampak di kejauhan baru yang akan ditempuh dalam satu setengah jam perjalanan, tak apa asyik juga. Setidaknya punya cerita
Filed under: wisata nusa tenggara, Ende-Nagekeo
February 22, 2012 • 5:14 am
3
Puncak Kalimutu
Akhirnya hari yang tepat datang, suara sang pilot dari ruang kokpit
pesawat milik Wings Air memberitahukan bahwa sekarang sedang terbang di
atas danau Kelimutu yang bisa dilihat dari sebelah kiri.
Mata yang lagi sentengah mengantuk langsung byar terbuka terang. cuaca sedang bagus-bagusnya, danau kelimutu yang sedang berwarna hijau dan biru tosca mengintip dari jendela kiri.
Pesawat yang terbang memutar dua kali memberikan kesempatan penumpang mengabadikan danau. Pagi tadi sebenarnya langit tidak sedang benar-benarcerah, awan tipis kelabu masih menyelimuti langit yang seharusnya biru tapi matahari masih bisa bersinar dari dari balik awan tipis itu.
Tiba-tiba setelah sesaat pesawat menjauh pesawat berbalik dan kembali memutari danau kelimutu namun kali gantian dari sisi kanan pesawat .
Kali ini posisi terbangnya lebih rendah dari posisi terbang putar sebelumnya.
Mata yang lagi sentengah mengantuk langsung byar terbuka terang. cuaca sedang bagus-bagusnya, danau kelimutu yang sedang berwarna hijau dan biru tosca mengintip dari jendela kiri.
Pesawat yang terbang memutar dua kali memberikan kesempatan penumpang mengabadikan danau. Pagi tadi sebenarnya langit tidak sedang benar-benarcerah, awan tipis kelabu masih menyelimuti langit yang seharusnya biru tapi matahari masih bisa bersinar dari dari balik awan tipis itu.
Tiba-tiba setelah sesaat pesawat menjauh pesawat berbalik dan kembali memutari danau kelimutu namun kali gantian dari sisi kanan pesawat .
Kali ini posisi terbangnya lebih rendah dari posisi terbang putar sebelumnya.
sumber dari sini
Filed under: wisata nusa tenggara, Kalimutu, Puncak
February 22, 2012 • 4:59 am
2
Pantai Merah, Komodo, Kanawa
Pantai Merah, Komodo, Kanawa
Suasana siang hari kala pasang di Pantai Merah, Pulau Komodo |
Hari Minggu pagi tiba-tiba kami telah
duduk di atas perahu membelah laut yang airnya selaksa kaca bening yang
memantulkan bayangan pulau-pulau yang menutupi perairan Labuan Bajo.
Semua terasa mendadak, berawal dari setengah rencana yang berubah
cepat. Hari Sabtu malam memang aku sudah menelepon Arman, teman dari
Bappeda tentang rencana kami Minggu mau jalan menggunakan perahunya.
Waktu itu kami masih merencanakan
perjalanan ke Pulau Bidadari untuk snorkling dan ke Pulau Rinca untuk
melihat Komodo. Aku sudah sering pergi ke kedua pulau itu, Angga yang
baru kali kedua ke Labuan Bajo belum pernah pergi ke kedua tempat itu.
Masalahnya ternyata kedua perahunya sekarang masih di dermaga untuk
perbaikan, untungnya Arman punya banyak kenalan yang menyewakan kapal.
View dermaga Labuan Bajo pada pagi hari |
Bulan-bulan begini kondisi pariwisata
di Labuan Bajo masih terasa sepi, perahu-perahu yang biasa disewakan
banyak parkir di dermaga. Setelah Arman berbincang dengan salah satu
pemilik kapal, akhirnya disanggupi untuk mengantarkan pergi ke Pantai
Merah yang ada di Pulau Komodo asalkan jalan pagi ini juga karena dari
perhitungannya kalau jalan saat ini mendapat keuntungan arus yang
mendorong perahu bukan arus balik. Dengan kesepakatan biaya satu juta,
aku, Angga dan Ferdi segera naik ke atas perahu. Sayangnya Arman tidak
bisa ikut kami kali ini.
Melintasi Lautan Kaca
View pulau-pulau di perairan Manggarai Barat |
Dan disinilah aku dan Angga sekarang,
duduk di depan perahu menikmati perahu membelah lautan kaca. Dari view
atas Labuan Bajo memang sudah tampak kalau laut di sini di penuhi oleh
pulau-pulau kecil yang tersebar banyak sekali saling bertumpuk sehingga
air laut lebih sering terlihat begitu tenang, permukaan hanya tampak
layaknya air yang mengalun nyaris tanpa gelombang. Bayangan pulau-pulau
tergambar jelas di air.
Perahu melewati puluhan pulau, ada
beberapa pulau yang kuingat seperti Pulau Pungu, Pulau Kelor, Pulau
Sembayun, Pulau Pasir Putih, Pulau Pasir Panjang, Pulau Rinca, dan
beberapa pulau lain. Setiap pulau seperti menantang kita untuk
mendatangi. Cerita pak Tayeb, pemilik perahu saat kami duduk-duduk di
depan perahu, pada musim-musim ramai turis asing mereka sering menyewa
perahu selama dua atau tiga hari untuk berkeliling pulau-pulau. Selain
mereka menikmati keindahan pulau dan perairan di sekitar pulau,
sepertinya mereka juga sedang mencari tempat untuk berinvestasi.
Angga di depan perahu menyusuri perairan Komodo |
Luar biasa pesona pulau-pulau dan
perairan di sini, dengan kondisi perairan seperti itu tak heran jika
kawasan terumbu karang hampir dengan mudah ditemui di berbagai sudut.
Koral-koral seperti mendapatkan tempat yang nyaman untuk berkembang,
pasir-pasir putih menghampar di setiap pulau.
Namun seperti di katakan pemilik
perahu, kita harus melewati Selat Sape untuk sampai ke Pulau Komodo. Nah
di selat inilah yang paling ditakuti para pemilik perahu, mereka tidak
bisa sembarangan lewat selat ini karena pada waktu-waktu tertentu maka
kondisi perairan ini bisa muncul pusaran-pusaran ganas yang jika salah
penanganan bisa membuat perahu karam. Para pemilik perahu yang sering
melewati selat ini sepertinya sudah sangat paham dan mengerti kondisi di
sini, mereka biasanya tahu jam-jam berapa kita bisa melewati selat Sape
dan jam berapa kondisi selat tidak mungkin bisa dilewati.
Untungnya sesuai perkiraan, arus selat
Sape sedang berpihak dengan kami, arusnya mendorong kami sehingga perahu
bergerak lebih cepat. Namun perahu tetap harus hati-hati, beberapa kali
perahu harus bergerak memutar menghindari arus air berputar. Di
seberang kami melihat sebuah perahu yang nyaris tidak bergerak karena
arahnya menantang gerak arus. Menurut pak Tayeb jika sedang melawan arus
selat Sape perjalanan yang cuma satu jam bisa menjadi tiga jam.
Short Trek: Pulau Komodo
View Pulau Komodo siang hari dari Frigate Hill |
Perahu kami melewati kawasan Pantai
Merah namun atas saran pak Tayeb, kami singgah dulu ke petugas Taman
Nasional Komodo (TNK) sekaligus biaya masuk. Sebenarnya terumbu-terumbu
yang tampak dari atas perahu seperti menarik kami untuk segera terjun
seperti halnya beberapa orang asing yang sedang asyik snorkling.
Perahu kami terus masuk ke dalam dan
menambatkan perahu ke dermaga kayu. Di sisi utara tampak bangunan
dermaga beton yang sedang dibangun namun belum selesai. Di sebelah
selatan tampak sekumpulan rumah-rumah, menurut keterangan petugas di
situlah satu-satunya kawasan hunian yang diijinkan ada di Pulau Komodo
ini. Kalau di Rinca biasa disebut dengan Loh Buaya, maka Pulau Komodo
disebut dengan istilah Loh Liang.
Jembatan di jalur short trek menuju ke Frigate Hill |
Sang ranger, Jacky namanya mengambil
sebuah tongkat kayu yang ujungnya bercabang, dia juga meminta kami
memegang tongkat itu. Jacky ini adalah penduduk asli yang tinggal di
perkampungan yang kami lihat dari dermaga tadi. Menurut pak Tayeb,
satu-satunya yang bahasa yang paling berbeda di Labuan Bajo adalah
bahasa penduduk lokal Komodo.
Karena berjalan menuju ke titik pertama
di Water Hole yang dikenal dengan nama Hutan Asam. Disini ada sebuah
daerah genangan air yang dipakai binatang semacam rusa, babi, kerbau,
sapi liar untuk minum air sehingga daerah ini mencari daerah utama
perburuan komodo. Selain binatang itu, burung Kakatua Putih dan Gagak
juga banyak ditemui di sini.
Pose di belakang seekor Komodo di water hole |
Seekor rusa liar yang sedang makan dan berteduh di depan restoran |
Dari lokasi Water Hole kami bergerak ke
arah bukit Frigate Hill, dari atas sini kami bisa melihat view dermaga
Komodo. Tampak beberapa ekor rusa sedang asyik makan di atas bukit.
Sebentar di sini kami turun ke bawah ke arah perkantoran TNK dan tempat
beristirahat. Di sini, kami melihat lebih banyak rusa yang sedang asyik
berlindung di bawah pohon. Cukup banyak, rupanya tempat ini menjadi
tempat yang aman bagi rusa-rusa liar ini karena pasti tidak ada pemburu
liar yang berani memasuki kawasan ini. Cerita tentang pemburu liar,
jumlah komodo yang terus menurun setiap tahun juga disebabkan oleh ulah
para pemburu liar ini. Menurut Jacky, para pemburu umumnya dari Sape dan
mereka sebagian besar memburu rusa baik untuk komsumsi sendiri atau
dijual. Padahal komodo sendiri lebih menyukai berburu rusa dibanding
dengan babi hutan.
Pantai Merah (Pink Beach)
Perairan yang jernih kehijauan di Pantai Merah |
Walaupun saat ini siang hari dan cuaca terasa sangat panas, namun sebaliknya air yang mengalir jernih justru terasa dingin, kontras sekali. Mungkin pengaruh pergerakan arus di sini yang menyebabkan suhu air dingin.
Perahu kami tak bisa ke pinggir pantai,
menurut aturan dari petugas Taman Nasional Komodo memang perahu besar
dilarang ke pinggir pantai dan hanya menambatkan perahunya di tengah,
untuk ke pantai harus dengan perahu kecil atau dengan motor boat yang
biasanya dibawa serta di perahu besar. Sayang perahu kami tidak memiliki
perahu kecil seperti yang digunakan para bule yang sekarang dengan
kameranya asyik naik di atas motor boat ke pinggir pantai.
Pantai merah ini memang punya kawasan
terumbu yang indah, jika beruntung bahkan kita bisa melihat Manta Ray,
ikan pari raksasa dengan kepala terbelah dua. Kawasan pantai berpasir
putih dengan aksen merah, yang rupanya berasal dari remukan terumbu
karang merah yang telah mati. Kami hanya berenang sebentar di pantai
merah karena posisi matahari yang berada di atas kepala terasa keras
menyengat, sementara dari perhitungan pak Tayeb kami masih bisa singgah
di Pulau Kanawa jika berangkat saat ini.
Pulau Kanawa (Kanawa Island)
View Kanawa Resort Island dari atas perbukitan dari sisi sebelah barat |
Selepas selat Sape kami kembali
merasakan menerobos lautan kaca, setelah melewati beberapa pulau, dua
jam berikutnya kami akhirnya mendekat ke dermaga kayu di Pulau Kanawa.
Karena saat itu sudah dalam kondisi cukup surut dari pinggir dermaga
kami bisa melihat koral-koral di sepanjang pantai Kanawa. Sebuah tulisan
dari bambu dicat putih membentuk tulisan KANAWA tampak di akhir
dermaga.
View Pulau Kanawa dari sisi sebelah selatan |
Dermaga kayu menuju ke Kanawa Resort Island |
Trekking ini paling pas untuk bisa melihat kondisi keseluruhan dari Pulau Kanawa sekaligus melihat kondisi perairan di seluruh perairan. Dari atas bukit ini kita bisa melihat sunrise dan sunset. Lokasi yang menawan.
Anjing yang menjadi penunjuk jalan kegiatan trekking kami |
Namun ternyata jalur trekking berhenti
karena selebihnya belum dibuat jalur, karena waktu yang sudah semakin
sore akhirnya kami memutuskan untuk turun kembali. Mungkin kami perlu
kembali dan merencanakan perjalanan yang lebih baik agar bisa
mengeksplorasi tempat-tempat ini lebih detil.
Labuan Bajo: Amazing View of Sunset
Menjelang malam saat kapal bersandar di dermaga di Labuan Bajo |
View senja di Labuan Bajo dari Puncak Waringin |
Sebuah negeri 1000 pulau yang
benar-benar menjanjikan petualangan wisata laut yang luar biasa. Anda
hanya harus membiasakan diri betapa tidak mudahnya sarana transportasi
di tempat ini.
Sumbernya: awalnya.blogspot.com
Filed under: wisata nusa tenggara, Kanawa, Komodo, Pantai Merah
0 komentar:
Post a Comment