Friday, March 27, 2015

10 Sejarah kereta api Indonesia yang terlupakan


1. Terowongan Wihelmina (Terowongan kereta api terpanjang)
Terowongan Wihelmina
Terowongan Wilhelmina merupakan terowongan kereta api terpanjang di Indonesia. Terowongan ini memiliki panjang 1116 meter dan dibangun untuk mendukung jalur kereta api rute Banjar - Pangandaran - Cijulang (82 km). Terowongan ini berada di perbatasan antara Desa Bagolo dan Desa Emplak, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat.
Terowongan Wilhelmina dibangun oleh perusahaan kereta api SS (Staats Spoorwegen) dan dibangun pada tahun 1914 serta mulai digunakan pada 1 Januari 1921. Namun terowongan ini kemudian menjadi non aktif seiring ditutupnya jalur kereta api rute Banjar - Cijulang (82 km) pada 3 Pebruari 1981 karena mahalnya biaya operasional dan sedikitnya pemasukan dari para penumpang kereta api.
Nama terowongan diambil dari nama ratu dari Kerajaan Belanda yang memiliki nama lengkap Wilhelmina Helena Pauline Maria. Wilhelmina menjadi Ratu Kerajaan Belanda dari tahun 1890 hingga 1948. Oleh masyarakat setempat, terowongan Wilhelmina sering disebut dengan terowongan Sumber.
Pada pertengahan tahun 1990, PT Kereta Api (Persero) pernah berupaya untuk menghidupkan kembali rute Banjar - Cijulang. Selain sebagai alternatif transportasi masyarakat, juga untuk mengembangkan pariwisata di Ciamis Selatan. Saat itu ada pertimbangan bahwa perjalanan kereta api rute Banjar - Cijulang dapat dijual sebagai sebuah paket wisata.
Saat ini kondisi terowongan Wilhelmina sungguh memprihatinkan, dengan rel yang hilang dan muka terowongan yang tidak terurus, dirambati akar-akar tanaman semak belukar, semakin menghilangkan pamor dari sejarah maupun aset wisata dari terowongan terpanjang di Indonesia ini.


2. Gerbong Tua di Magelang
gerbong tua
Kedatangan benda bersejarah di Monumen Kereta Api berupa satu buah gerbong kereta berusia 107 tahun yang berada di Sub Terminal Kebonpolo Kota Magelang sejak 1986, diangkut ke museum Kereta Api di Ambarawa, Rabu (9/11) sore sekitar pukul 16.30 WIB menggunakan truk trailer, dan tiba di Museum Kereta Api Ambarawa pada Kamis (10/11) pukul 05.00.
Kereta api ini dipindah ke Ambarawa karena selama berada di Magelang tidak memperoleh pemeliharaan yang berarti. Hal itu membuat  kondisi gerbong kereta api memprihatinkan. Di bagian bawah kerusakan mencapai 30 persen, banyak yang berkarat dan komponen lepas. Sedangkan dibagian atas, kayu gerbong sudah keropos.
Gerbong kereta tua ini, dulunya digunakan untuk mengangkut penumpang jurusan Magelang-Yoyakarta.
Pemindahan gerbong kereta api ke museum Ambarawa ini didukung penuh oleh komunitas pecinta kereta api. Antara lain dari PJL 99 Solo, IRPS Jogjakarta, dan komunitas Kota Toea Magelang.


3. Jembatan Cikacepit (Jembatan kereta api terpanjang)
jembatan cikacepit
Kereta api sebagai sarana transportasi massal tertua di Indonesia tak lepas dari sejarah kolonial. Namun seiring perkembangan jaman dan kalah dalam persaingan, banyak jalur kereta rusak dan tak terpakai. Salah satunya adalah sisa-sisa jalur kereta api Banjar - Cijulang, Jawa Barat.
Sebagai penumpang kereta api, Anda mungkin pernah melintasi stasiun Banjar yang dibangun tahun 1888 di jalur kereta api lintas Selatan. Namun tahukah anda bila di Stasiun Banjar terdapat juga jalur kereta percabangan menuju Cijulang, Ciamis? Berdiri di jantung kota Banjar, stasiun ini menajdi pusat percabangan ke Cijulang untuk lintas Bandung - Yogyakarta
Jalur kereta api Banjar - Pangandaran - Cijulang atau Banci, dibangun tahun 1911. Karena alamnya berbukit-bukit, di jalur ini Anda bisa menjumpai terowongan terpanjang dan terpendek di Indonesia.
Terowongan terpendek dinamakan Pangeran Hendrik, panjangnya hanya 128 meter. Warga sekitar menyebutnya terowongan Warung Bungur karena ada di Dusun Warung Bungur. Nama Hendrik diambil dari bangsawan Belanda, Duke Heinrich Wladimir Albrecht Eernst, suami Ratu Wihelmina.
Tak jauh dari terowongan Hendrik, terbentang jembatan Cikacepit sepanjang 190 meter. Jembatan ini dibuat dari rangka baja, dengan lebar tak lebih dari 1,7 meter hanya menyisakan rangka. Besi rel hilang entah ke mana, dijarah orang tak bertanggung jawab.
Sedangkan yang terpanjang namanya terowongan Ratu Wilhelmina. Dengan panjang lebih dari 1 kilometer, hanya cahaya kecil yang terlihat diujungnya. Nama terowongan ini diambil dari nama Ratu Belanda Wihelmina Helena Pauline Maria, yang berkuasa tahun 1890 hingga 1948. Terowongan ini katanya menjadi yang terpanjang di Indonesia, 1208 meter.
Dengan jarak kurang 300 meter dari terowongan Ratu Wilhelmina, terpanjang terdapat terowongan bengkok bernama Juliana. Disebut bengkok karena terowongan ini melengkung, sehingga ujung terowongan sepanjang 147 meter ini tak terlihat.
Namun sarana penunjang kereta api ini sudah tak lagi berfungsi. Terus merugi karena kalah persaingan menjadikan jalur ini sudah sejak lama ditutup dan terlupakan. Tragisnya lagi sisa-sisa peninggalan kereta api hilang dicuri tangan-tangan tak bertanggungjawab.


4. Jembatan Cincin
jembatan cincin
Bagi sebagian orang, kawasan pendidikan Jatinangor, kabupaten Sumedang mungkin hanya terkenal dengan beberapa perguruan tingginya. Namun, apabila kita bertanya kepada orang-orang Bandung yang sudah berumur, maka yang terlintas di benak mereka adalah perkebunan karet dan teh. Memang, Jatinangor yang kita kenal dulunya adalah daerah perkebunan yang luas. Jauh sebelum perguruan tinggi seperti Ikopin, Unwim ataupun Unpad berdiri, daerah ini adalah salah satu penghasil karet dan teh yang cukup besar untuk Belanda.
Jatinangor adalah kawasan yang bisa dibilang banyak memiliki situs bersejarah. Jembatan Cincin salah satunya. Jembatan ini pada awalnya dibangun oleh Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf, sebuah perusahaan kereta api milik Belanda pada tahun 1918. Pada saat itu, jembatan ini berfungsi sebagai salah satu jalur kereta api yang menghubungkan daerah Rancaekek dan Tanjungsari. Pada masa itu, kereta ini menjadi penunjang lancarnya perkebunan karet di Jawa Barat.
“Jembatan Cincin mulai dibangun sejak tahun 1918, hingga 1942 sudah tidak ada lagi kereta yang lewat,” ujar Mulyana, salah satu “tetua” yang sudah hampir sembilan puluh tahun tinggal di dekat jembatan cincin. Yang menjadi catatan penting ialah, tanah di Jembatan ini bukanlah milik Belanda, melainkan diklaim secara paksa karena pada saat itu, Indonesia masih daerah jajahan Belanda. Warga setempat pada waktu itu tidak bisa berbuat banyak karena takut akan dibunuh. Ia juga menambahkan, akhirnya, pembangunan Jembatan Cincin diperbolehkan oleh warga sekitar, dengan syarat, tidak mengganggu komplek pemakaman yang ada di bawahnya. Setelah mencapai kesepakatan, Jembatan Cincin pun dibangun.
Sesudah dibangun, rel kereta api ini menjadi jalan penghubung bagi Belanda untuk mengantarkan hasil perkebunan dari daerah Jatinangor ke Bandung, jembatan ini juga lah yang menjadi akses jalan terbaik dari daerah Tanjungsari ke Rancaekek. Pada awalnya memang kereta hanya digunakan untuk hasil perkebunan, namun, menurut Mulyana, kereta ini akhirnya digunakan juga sebagai transportasi bagi kedua warga negara.
Saat bangsa Jepang datang dan mulai menduduki Indonesia pada 1942, Jembatan Cincin pun diambil alih. Tiang dan besi tua yang menjadi rel di jembatan ini dibongkar dan dibawa paksa oleh orang Jepang. “Mungkin karena menurut Jepang sudah tidak terpakai lagi, maka seluruh besi yang ada di ambil sama mereka,” tambah Mulyana. Semenjak itulah, kegiatan “per-kereta api-an” di Jembatan Cincin terhenti.

0 komentar:

Post a Comment